Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menetapkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi di Kabupaten Lampung Tengah. Penyidik menyatakan akan terus menyidik kasus ini dan apabila menemukan keterangan dan bukti baru tidak menutup kemungkinan akan menetapkan tersangka lain.
“Untuk kita menetapkan seseorang sebagai tersangka harus dilengkapi dulu untuk bukti-bukti. Karenanya KPK tetap melanjutkan penyidikan dan penyelidikan, nanti kalau seadainya ditemukan keterangan dan bukti-bukti sehingga bisa membuat terang suatu perkara dan kita menemukan tersangka lain, ya kita jadikan tersangka juga,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri, di Gedung Merah Putih KPK, Sabtu (25/9/2021).
Firli menegaskan, penyidik KPK tidak akan pernah berhenti melakukan upaya penyelidikan dan penyidikan karena pada prinsipnya KPK harus menuntaskan setiap perkara tindak pidana korupsi.
“Karena KPK memahami apa keinginan masyarakat, apa kenginan kita semua, karena pada prinsipnya kami sangat mendengar harapan masyarakat yaitu, KPK harus menuntaskan setiap perkara korupsi. Jadi tidak perlu khawatir. Jika kita menemukan keterangann atau bukti tentu kita akan tindak lanjuti,” ungkapnya.
Firli menuturkan, KPK akan menyampaikan perkembangan, termasuk apabila ada tersangka lain.
“Yang pasti ini kita belum berhenti dan belum selesai, masih ada hal-hal yang harus kita kerjakan. Apakah ada keterkaitan dengan tersangka lain atau pihak lain, nanti kita akan sampaikan lebih lengkap,” katanya.
Diketahui, KPK menetapkan Azis Syamsuddin sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju sebesar Rp 3,1 miliar dari Rp 4 miliar yang dijanjikan.
Suap itu diberikan Azis bersama-sama mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Aliza Gunado kepada Stepanus, melalui seorang pengacara bernama Maskur Husain. Tujuan pemberian suap ini agar Stepanus mengurus kasus dugaan korupsi di Lampung Tengah yang menyeret nama Azis.
Atas tindakannya, Azis disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*/cr2)
Sumber: beritasatu.com