oleh

Jubir PRIMA : Pemahaman Korupsi Prof Mahfud Keliru

Sabtu 05 Juni 2021, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, korupsi yang terjadi saat ini jauh lebih buruk jika dibandingkan masa Orde Baru.

Hal itu menurutnya bukan merujuk kepada jumlah korupsinya, melainkan kondisi korupsi yang semakin meluas, hal ini di sampaikan dalam dialog dengan Rektor UGM dan pimpinan PTN/PTS seluruh Yogyakarta yang ditayangkan YouTube Universitas Gadjah Mada.

Hal tersebut di respon keras oleh Juru Bicara PRIMA Mesak Habari, seharusnya Prof Mahmud sebagai guru besar tidak membedakan korupsi yang meluas maupun tidak, pada prinsipnya korupsi tetap korupsi tanpa memisahkan sempit, meluas ataupun lebih luas. Kemudian perbedaan antara orde baru dan reformasi tidak aple to aple karena sistem politik yang jauh berbeda. Alhasil orde baru semua kekuasan tersentral pada rezim dan kroni-kroninya saja sedangkan reformasi demokrasi kita yang sangat liberal. Demokrasi yang liberal bisa di buktikan dengan mahalnya biaya kontestan politik di ruang eksekutif maupun legislatif.

Baca Juga  KPK Tetapkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Sebagai Tersangka

Mesak juga menyampaikan hal lain yang menyebabkan korupsi kerap saja terjadi, yakni proses perekrutan ASN yang tidak mempertimbangkan kualitas dan kuantitas sesuai dengan kebutuhan bidang-bidang organisasi yang ada. Selain dari pada itu sistem penggajian yang tidak di rasakan sesuai job description (uraian jabatan) dan job specification (persyaratan jabatan) yang ada.

Untuk melengkapi point di atas Prof Mahmud sebagai pemerintah seharusnya lebih objektif dalam melihat hal-hal substantif seperti jenjang karir para ASN yang seharusnya model penilaiannya berdasar pada objektifitasan dan harus dilakukan secara terukur.

Mesak juga menyampaikan hal yang paling prinsip dalam pemberantasan korupsi adalah pencegahan dan penindakan dan itu harus di lakukan dari hulu sampai ke hilir tetapi selama ini di lakukan hanya di hilir yakni penindakan, sementara pencegahan korupsi masih dirasakan sangat kurang dilakukan.

Baca Juga  KPK Pantau Investasi Telkomsel ke GOTO

Kemudian Indonesia juga sangat membutuhkan proses penegakan hukum dan proses pengadilan yang berintegritas dalam menindak pelaku korupsi, selain pencegahan tindak pidana korupsi yang efektif melalui perubahan atas Integritas seluruh ASN melalui Reformasi Birokrasi secara fundamental.

Terakhir, Mesak juga menyampaikan soal lembaga KPK yang adalah anak kandung dari reformasi untuk memberantas korupsi di Indonesia, kemudian telah memberikan kontribusi besar melalui upaya penindakan untuk mengembalikan uang negara. Sungguh ironis akhir-akhir ini upaya pelemahan KPK yang di lakukan oleh pemerintah dan seluruh intrumennya tidak bisa di bendung lagi. Itu bisa di buktikan mulai dengan revisi UU KPK sampai dengan tes wawasan kebangsaan (TWK). Orang-orang yang telah memberikan kontribusi besar dalam penindakan bahkan sementara memegang kasus-kasus besar seperti Dana Bansos, Harun Masiku di tendang keluar dengan dalil tidak lolos tes wawasan kebangsaan.

Baca Juga  Muzani: Prabowo-Gibran Menang Satu Putaran untuk Jaga Persatuan dan Kebhinekaan

Kalaupun negara memang serius untuk memberantas korupsi, harus memulai dari Presiden sebagai Kepala Negara yang bisa memimpin pemberantasan tindak pidana korupsi khususnya pencegahan korupsi dengan memimpin pelaksanaan reformasi birokrasi yang menyeluruh dan sampai tuntas.

Seperti diketahui reformasi birokrasi meliputi reorganisasi struktur dari lembaga negara level Kementerian, Non Kementerian, Provinsi, Kabupaten dan Kota. Kemudian dari masing-masing jabatan harus memiliki job description dan job specification. Sehingga pemerintah menetapkan besarnya gaji atau upah dalam bentuk single salary yang tunggal. Kemudian Pola Rekrutmen ASN, diharapkan hanya lulusan 10 besar terbaik yang bisa mengikuti test dan seleksi untuk menjadi ASN. Kami yakin dan percaya kedepan ASN adalah orang-orang pilihan yang berintegritas dan bekerja dengan gaji atau upah yang sesuai. (*/red)

News Feed