Sukabumi – Peringatan lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, yang disebut Undang-Undang Desa, akan dilaksanakan di Desa Adat Kasephan Siptageral Desa Sirnaresmi Kecamatan Chisorok Provinsi Sukabumi. Kampung adat ini terletak di Gunung Harimunsarak pada ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (MDPL).
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menyampaikan, dipilihnya Kasepuhan Ciptagelar sebagai lokasi perayaan Sewindu UU Desa karena daerah ini dikenal sangat memegang teguh adat dan tradisi.
“Kita bersyukur masih punya satu daerah seperti Ciptagelar. Inilah yang harus terus kita lestarikan di Indonesia. Seperti yang selalu saya katakan, membangun desa harus bertumpu pada akar budaya,” kata Abdul Halim Iskandar usai acara tasyakuran Sewindu UU Desa di Kasepuhan Ciptagelar, Jumat (14/1/2022).
Diakui Abdul Halim, tugas Abah Ugi selaku Pemimpin Adat Kasepuhan Ciptagelar memang tidak ringan untuk terus melastarikan dan mengembangkan nilai-nilai yang diwariskan oleh para leluhur.
“Inilah kenapa Sewindu UU Desa dilaksanakan di Kasepuhan Ciptagelar karena kita ingin memberikan apresiasi sekaligus inspirasi bagi tokoh adat di manapun di Indonesia untuk tidak henti-hentinya berjuang mempertahankan bahkan megembangkan nilai leluhur yang diwariskan oleh para leluhur kita,” kata Menteri yang akrab disapa Gus Halim ini.
Abah Ugi juga berharap dipilihnya Kasepuhan Ciptagelar sebagai lokasi peringatan Sewindu UU Desa bisa menjadi inspirasi bagi kampung adat lainnya agar tetap semangat memperjuangkan nilai-nilai kebudayaan yang ada di Indonesia. “Mudah-mudahan UU Desa bisa lebih maju lagi, bisa lebih sukses ke depannya,” harap Abah Ugi.
Karena sangat memegang teguh adat dan tradisi yang bersandar pada budaya pertanian, khususnya padi, Kasepuhan Ciptagelar telah berhasil mewujukan ketahanan pangan. Stok gabah yang dimiliki bahkan cukup untuk pasokan hingga 5-6 tahun
Abah Ugi mengatakan selama ini warga Kasepuhan Ciptagela tetap mempertahankan cara tradisional dalam menanam padi karena dinilai lebih efektif. Benih yang digunakan juga berberbeda, sehingga membuat gabah yang disimpan di lumbung padi bisa bertahan lama hingga 20-50 tahun.
“Secara turun temurun kita diwariskan oleh leluhur untuk menanam padi secara tradisional. Kurang lebih ada sekitar 168 varietas padi yang disebar abah ke warga. Masing-masing padi itu diregenerasikan, jadi berbeda dari yang umum. Diperlakukannya juga secara alami dan tradisional tanpa bahan kimia, jadi kalau disimpan di lumbung padi bisa bertahan lama,” kata Abah Ugi.
Karena bibit yang digunakan berbeda, masa panen berlangsung lebih lama hingga 7 bulan. “Kalau di tempat lain itu 2-3 bulan sudah bisa panen, di sini harus nunggu 7 bulan dulu baru bisa panen. Ini yang membuat gabah yang dipanen lebih tahan lama,” ungkap Abah Ugi.
Pola bertani masyarakat Kasepuhan Ciptageler juga berpatok pada rasi bintang. Bertani mengikuti tanda dan simbol langit lewat bintang Kerti dan Kidang. Dengan mengikuti pola ini, bertani padi tidak akan gagal panen karena cuaca atupun gagal karena serangan hama.
Secara administratif, Kasepuhan Ciptagelar berada di wilayah dusun Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Warga Kasepuhan Ciptagelar yang berjumlah sekitar 30.000 orang saat ini tersebar di 568 kampung. Berdasarkan catatan yang ada, Kasepuhan Ciptagelar mulai berdiri pada 1368 dan telah beberapa kali mengalami perubahan kepemimpinan yang dilakukan secara turun temurun.(*/cr2)