Keberadaan industri sawit menempati posisi strategis bagi perekonomian nasional. Selain mampu membangun ketahanan pangan dan kedaulatan energi, industri sawit juga terus didorong untuk mengembangkan hilirisasi agar dapat mendongkrak peningkatan kegiatan perekonomian dalam negeri.
Hingga saat ini, perkebunan sawit dan pabrik sawit telah tersebar lebih dari 200 kabupaten di Indonesia. Produksi minyak sawit mentah (CPO), minyak sawit inti (PKO), dan biomass telah menjadi penopang perekonomian bagi daerah-daerah sentra industri sawit. Salah satunya, di provinsi Papua.
Sejak memulai aktivitas ekonomi pada 1998, Tunas Sawa Erma (TSE) Group berkomitmen untuk berkontribusi terhadap pembangunan Papua. Tekad tersebut dijalankan hingga saat ini, ketika dua daerah operasional TSE Group, Merauke dan Boven Digoel, sudah dipandang sebagai sentra ekonomi baru bagi Papua.
Kontribusi pembangunan untuk menciptakan pusat ekonomi di Papua dilakukan TSE Group melalui berbagai upaya seperti penyerapan tenaga kerja. Tercatat, hingga akhir tahun 2020 sebanyak 11.322 orang bekerja di TSE Group, termasuk di antaranya orang asli Papua.
Dampak lain dari keberadaan TSE Group adalah kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Setidaknya, 40% dari PAD Kabupaten Merauke dan Kabupaten Boven Digoel merupakan sumbangan dari TSE Group.
Kontribusi lainnya yakni melalui pembayaran pajak perusahaan kepada pemerintah daerah. Untuk pajak bumi dan bangunan (PBB), misalnya, TSE Group membayar sekitar Rp 20 miliar pada 2020.
Selain PBB, TSE Group juga menunaikan pembayaran pajak-pajak lain seperti pajak kendaraan bermotor hingga penerimaan negara bukan pajak (PNBP), yakni provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi dari sektor kehutanan.
Penerimaan negara ini disetorkan kepada pemerintah pusat yang kemudian disalurkan ke daerah, termasuk dengan tujuan pembangunan. Pertumbuhan sentra ekonomi Papua tidak terlepas dari pembangunan infrastruktur yang kerap diinisiasi TSE Group.
Direktur TSE Group, Luwy Leunufna menyebutkan, salah satu fokus utama perusahaan saat mulai beroperasi di Papua adalah akses transportasi darat, baik untuk lalu lintas orang maupun barang.
“Dulu, kita harus bermalam untuk tiba di Asiki dari Jayapura. Sekarang, kurang dari lima jam kita sudah sampai,” ujar Luwy dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/7/2021).
Luwy mengatakan, untuk mengakselerasi pembangunan Papua, perusahaan juga memberikan berbagai pelatihan wirausaha kepada warga asli Papua yang tinggal di sekitar area operasional. “Dukungan ini ditujukan agar masyarakat dapat berkembang secara mandiri sehingga pusat ekonomi di Papua bisa semakin luas,” tandasnya.
Hubungan antara industri kelapa sawit dengan penciptaan sentra ekonomi baru yang kuat juga disampaikan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung.
Tungkot menyebutkan, terdapat 10 provinsi yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru seiring dengan berkembangnya industri sawit dan termasuk di dalam daftar adalah Papua.
“Kabupaten yang memiliki sentra sawit perkembangannya lebih cepat dibandingkan dengan kabupaten yang tidak memiliki sawit. Ini hasil penelitian secara empiris dan hasilnya sama dengan penelitian Bank Dunia,” ucap Tungkot. (*/cr2)
Sumber: banten.siberindo.co