Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan pihaknya akan menindak tegas pelaku perdagangan daging anjing di Jakarta. Pasalnya, kata Riza, tindakan tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Namun jika benar ada perdagangan daging anjing di Jakarta, ini akan ditindak tegas dan dan diberi sanksi sesuai ketentuan,” ujar Riza di Jakarta, Sabtu (11/9/2021).
Riza mengakui belum mendapat informasi somasi dari Animal Defenders Indonesia terkait maraknya perdagangan daging anjing di pasar di Jakarta. Namun, Riza memastikan, jika informasi tersebut benar, maka pihaknya akan memberikan sanksi tegas dan menyelidiki kasusnya.
“Nanti biar Pasar Jaya yang mengatur dan nanti ada aparat yang akan menyelidiki kasusnya. Karena ini melanggar UU Pangan dan UU Perlindungan Konsumen,” pungkas Riza.
Sebelumnya, Animal Defenders Indonesia (ADI) melayangkan somasi kepada Perumda Pasar Jaya terkait maraknya perdagangan daging anjing.
Ketua ADI, Doni Herdaru mengatakan somasi ini dilayangkan agar Pemprov DKI, dalam hal ini Perumda Pasar Jaya, serta dinas terkait menghentikan perdagangan daging anjing yang terlanjur marak di pasar di Jakarta.
“Somasi kami ini ditujukan agar Pemprov DKI senantiasa bebas rabies dan melindungi warga dari pasokan daging dari pasar gelap yang tidak ada pengawasan kesehatan dan keselamatan untuk konsumen,” kata Doni dalam keterangannya, Jumat (10/9/2021).
Doni memaparkan, ADI telah melakukan investigasi berulang kali, dan yang paling terbaru dilaksanakan pada 7 September 2021 terkait perdagangan daging anjing di pasar di Jakarta. Dari investigasi itu, ADI menemukan tiga lapak penjual daging anjing di sebuah pasar. “Dari tiap lapaknya, menurut pengakuan penjual, dapat menjual empat ekor anjing setiap harinya,” kata Doni.
Berdasarkan pengakuan penjual, mereka telah berjualan selama enam tahun. Dengan demikian, jika dihitung rata-rata per hari menjual empat ekor daging anjing, maka terdapat 8.760 ekor anjing yang diperjualbelikan setiap tahunnya hanya untuk satu lapak. “Jika ada tiga lapak, maka ada 26.280 ekor anjing yang sudah berhasil mereka jual,” ungkapnya.
Melihat dari angka tersebut, Doni meyakini anjing-anjing tersebut tidak didapat dari hasil ternak khusus untuk dikonsumsi. Hal ini lantaran biaya pembesaran anjing membutuhkan dana besar. “Belum lagi biaya vaksinasi berulangnya yang bisa mencapai Rp 250.000 per sekali vaksin,” ujarnya.
Dipaparkan, untuk sampai pada umur delapan bulan, anjing setidaknya butuh sekitar tiga kali vaksin. Dengan demikian butuh sekitar Rp 750.000 untuk vaksin. Angka tersebut di luar harga pakan untuk pembesarannya dan biaya-biaya pemeliharaannya.
“Maka, pencurian anjing berpemilik serta peracunan anjing-anjing liar adalah sumber utama pemasok daging anjing untuk aktivitas ilegal ini. Maka anjing-anjing ini harus didapatkan dari luar Jakarta, karena tidak mungkin tangkapan ribuan ekor itu didapat dari DKI Jakarta,” lanjutnya.
Diungkapkan pemasok anjing-anjing yang dikonsumsi di wilayah DKI Jakarta berasal dari Sukabumi, Tasikmalaya, Ciamis, Pangandaran, Pelabuhan Ratu, dan berbagai wilayah Jawa Barat lainnya yang masih ada kasus rabies.
Untuk itu, ADI pun mempertanyakan langkah Pemprov DKI Jakarta untuk mempertahankan status bebas rabies, tetapi selama puluhan tahun membiarkan potensi ancaman masuknya rabies ini terbuka lebar dan melakukan pembiaran.
“Belum lagi tentang UU Pangan dan UU Perlindungan Konsumen yang dilanggar. Ada lagi potensi sindikat kriminal pencurian hewan, pemasaran, dan pendistribusian anjing curian ini untuk memenuhi demand,” katanya. (*/cr2)
Sumber: banten.siberindo.co