Jakarta – Rapat kerja teknis (Rakernis) Dinas Umum Pendaftaran dan Penetapan Tanah (Ditjen PHPT) resmi ditutup pada Jumat (19 November 2021). Direktur Jenderal (Dirjen) PHPT Suyus Winddayana menyoroti beberapa isu terkait standarisasi pelayanan pertanahan menjadi pelayanan elektronik dan penilaian pendaftaran tanah sistematis komprehensif (PTSL) dibahas dalam rapat kerja.
Dirjen PHPT menuturkan, petugas PTSL di kantor pertanahan harus mengubah cara kerja ke depan. Hal ini berkaitan dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah dilansir beritasatu.com.
“Kita ingin pengambilan data lebih progresif lagi. Maka dari itu, kita harus punya tim sendiri yang aktif turun ke lapangan,” kata Suyus Windayana.
Hal lainnya yang ia soroti ialah pendokumentasian produk yang bukan masuk ke dalam klaster K1, dalam hal ini selain sertifikat. Menurutnya, pendokumentasian tersebut harus diprioritaskan agar tidak menjadi polemik di masyarakat yang ketika tanahnya telah diukur, tapi belum terbit sertifikat dalam kurun waktu yang cukup lama.
“Yang pasti masyarakat harus menerima produk, misal pemberitahuan terkait status berkasnya, jadi masyarakat bisa tahu,” ujar Suyus Windayana.
Terkait dengan desa lengkap, Dirjen PHPT mengemukakan hal ini menjadi penting dideklarasikan karena untuk mengejar kepastian hukum terhadap hak yang telah dikeluarkan.
Rencana ke depan, desa yang sudah dideklarasi lengkap akan dinyatakan sebagai stelsel positif dan negara akan lebih menjamin hak yang ada di dalam desa tersebut.
“Nah, itu yang akan meningkatkan kepastian dan bagaimana kita secara bertahap, mendeklarasikan desa-desa lengkap,” ucapnya.
Lebih lanjut, Suyus Windayana menyoroti kasus sengketa pertanahan yang terjadi belakangan ini.
Menurutnya, dengan terlibatnya Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam praktik yang menyebabkan kegaduhan di masyarakat, pihaknya akan mengubah sistem pelayanan yang sudah ada, baik itu di kantor-kantor PPAT maupun di tiap-tiap kantor pertanahan.
“Jadi, ke depannya nanti yang pertama silakan bagaimana mengawasi PPAT. PPAT yang tidak membuat akta coba dilihat, yang tidak punya kantor tolong dicek. Kemudian, kedua sistem kita akan diubah, bagaimana kita tahu bahwa orang yang bersangkutan tidak berubah di sistem, apakah itu dengan sistem geometrik atau yang lain, kita harus masuk ke dalam sistem itu. Kita akan ubah, baik itu di PPAT maupun di kantor pertanahan,” tutur Dirjen PHPT.
Dirinya juga menyinggung terkait aset-aset instansi pemerintah. Menurutnya, jika PTSL selama ini ditargetkan pada tahun 2024 sudah selesai, seharusnya ada target serupa bagi aset berupa tanah yang dimiliki pemerintah, baik itu pemerintah daerah maupun pusat.
“Harus kita perhatikan juga bagaimana pemanfaatan tanah pemerintah. Jangan sampai ada yang tidak dimanfaatkan,” pungkasnya.(*/cr2)