JAKARTA – Menteri Sosial RI Tri Rismaharini yang diwakili Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Harry Hikmat Dirjen Rehabilitasi Sosial menjadi keynote speaker (pembicara utama) dalam webinar Pemenuhan Hak Menuju Lanjut Usia (Lansia) Bahagia dan Sejahtera yang diselenggarakan Pengurus Pusat (PP) Aisyiyah secara daring (26 Juni 2021).
Seperti dilansir kemensos.go.id, Harry Hikmat menyampaikan beberapa pokok pikiran terkait dengan Arah kebijakan Kesejahteraan bagi Lansia.
Harry Hikmat mengatakan bahwa di Undang-Undang 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia seseorang dikatakan Lanjut Usia jika telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas.
Batasan usia lanjut usia tersebut bisa bergeser atau ditinjau kembali mengingat dari sisi angka harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 71 tahun keatas.
“Pada tahun 2045, Indonesia akan mengalami fenomena ageing population, yaitu populasi dengan penduduk lansia yang memiliki rasio ketergantungan sangat tinggi sebagai dampak angka harapan hidup yang semakin meningkat dan tingkat fertilitas yang menurun. Sehingga, struktur demografi penduduk Indonesia akan mulai lebih banyak penduduk lansia usia 60 tahun keatas,” kata Harry Hikmat. Ini merupakan sesuatu hal yang harus dipersiapkan jauh sebelumnya serta perlu antisipasi terhadap masa depan bangsa yang akan mengarah kepada populasi penduduk usia tua.
Selanjutnya, Harry menuturkan berdasarkan data 44% lansia di Indonesia memiliki multimobirditas (Pusdatin Kemenkes, 2020).
Penyakit tersering yang dialami lansia Indonesia selain demensia antara lain hipertensi, gangguan gigi geligi, arthritis, gangguan oral, diabetes militus, penyakit jantung koroner, stroke, gagal ginjal dan kanker.
Selain itu, ada gejala tidak khas pada lansia seperti hipertensi, serangan jantung dan stroke, diabetes militus yang perlu dipahami oleh keluarga, komunitas, lingkungan terdekat, sehingga kalau lansia mengalami gejala-gejala tersebut bisa segera mendapat penanganan lebih lanjut.
“Kebijakan kedepan adalah bagaimana para orang tua, anak-anak dari keluarga yang mempunyai lansia, komunitas sekitar mempunyai kesadaran atas kehadiran lansia dilingkungannya, dan mempunyai pemahaman serta respon yang menjadi sebuah gerakan masyarakat yang disebut Posyandu Lansia,” tutur Harry Hikmat.
Posyandu Lansia merupakan gerakan perlindungan terhadap lansia berbasis komunitas dan sudah menunjukkan keberhasilan nyata seperti yang pernah dilakukan Mensos Tri Rismaharini sewaktu menjadi Walikota di Kota Surabaya.
Dari kondisi yang ada, menurut Harry Hikmat para lansia juga dihadapkan pada persoalan kemiskinan.
Para lansia terutama usia 60 tahun keatas, banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan. Ini menunjukkan angka kemiskinan bagi penduduk lansia masih signifikan.
Karena itu, Kemensos melakukan berbagai langkah strategis termasuk memberikan perlindungan sosial secara luas kepada para lansia baik yang berada dalam keluarga maupun karena sesuatu hal berada diluar keluarga seperti lansia yang tinggal di Balai/Panti Sosial dan Lembaga Kesejahteraan Sosial.
Para lansia terutama yang miskin dan rentan yang termasuk kategori 40% status sosial ekonomi terbawah, sekitar 12,6 juta (DTKS, 2019) akan diupayakan ditangani melalui program-program perlindungan sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH).
Saat ini baru sekitar 1,1 juta (Dit. JSK,2019) dan terbatas pada lansia usia 70 tahun keatas.
“Kami mohon sinerginya dalam pelaksanaan program-program nasional termasuk memastikan bantuan pangan, bantuan PKH, yang menyebar diseluruh pelosok negeri. Dengan sinergi Kemensos dan Aisyiyah banyak hal dapat dilakukan bersama termasuk di tingkat grass root. Keberadaan ranting-ranting Aisyiyah bisa memperkuat apa yang terjadi di tingkat komunitas atau warga seperti memperkuat Posyandu Lansia, memastikan penyaluran berbagai bantuan sosial kepada lansia dan kepedulian kepada lansia,” tutur Harry Hikmat. (*/cr2)